// kode iklan
*/
Teori Konflik
Teori Konflik Menurut Para Ahli Materi Sosiologi-Tahukah Anda, kapan teori konflik pertama kali muncul? Teori konflik muncul pada abad ke-18 dan ke-19 sebagai respons dari lahirnya dual revolution, yaitu demokratisasi dan industrialisasi. Selain itu, teori konflik adalah alternatif dari ketidakpuasan terhadap analisis fungsionalisme struktural Talcott Parsons dan Robert K. Merton yang menilai masyarakat dengan paham konsensus dan integralistiknya.
Perspektif konflik dapat dilacak melalui pemikiran tokoh-tokoh klasik seperti Karl Marx (1818-1883), Emile Durkheim (1879-1912), Max Weber (1864-1920), sampai George Simmel (1858-1918). empatnya memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan analisis konflik kontemporer.
a. Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes adalah orang yang paling berpengaruh dalam mengembangkan paham materialisme. Menurutnya, semua makhluk hidup terbentuk dari substansi materi saja. Adapun kesadaran dan roh manusia, timbul karena adanya pergerakan partikel-partikel dalam otak. Paham materialisme menganggap sifat dasar manusia adalah semata-mata untuk memenuhi kepentingan egonya. Oleh karena itu, Hobbes gatakan manusia merupakan serigala bagi manusia lainnya homo homini lupus atau al against al Karenanya, kehidupan masyarakat diwarnai dengan pola relasi dominasi dan penindasan.
b. Karl Marx (1818-1883)
Karl Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang kelas masyarakat dan per juangannya. Pendapat ini didasarkan pada kondisi masyarakat abad ke-19 di Eropa pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin Masyarakat masa itu, terdiri dari kelas proletar. Kelas borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem sebagai kelas produksi kapitalis. Ketegangan antara borjuis dan proletar mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi Ciri menonjol dari Marx adalah pemikirannya sangat radikal dan dia melihat bahwa perubahan sosial harus menyeluruh dan total, cepat dan kohesif, atau kekerasan secara tiba-tiba. Menurut pandangan Marx, kaum borjuis pada masa itu tidak punya unsur positif yang bisa dipertahankan. Kaum borjuis hanya melakukan penindasan terhadap kaum buruh dalam rangka memperbesar modalnya.
c. George Simmel (1858-1918)
Seorang sosiolog fungsionalis Jerman, George Simmel menunjukkan bahwa konflik merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang mendasar, berkaitan dengan sikap bekerja sama dalam masyarakat. Simmel melihat karakteristik kelompok tertentu mem bentuk struktur interaksi dan asosiasi, Menurut Simmel, ketika suatu kelompok bekerja, akan muncul sifat menegaskan dari pihak lain yang merupakan insting manusia, Contohnya persaingan. Insting tersebut menghasilkan konflik.
d. Max Weber (1864-1920)
Dalam karya-karyanya Max Weber mencoba membuktikan bahwa sebab akibat dalam sejarah tak selamanya didasarkan atas motif-motif ekonomi belaka. Max Weber tidak sepakat dengan konsepsi Marx tentang determinasi ekonomi. a menciptakan teori tindakan yang mengklasifikasi tindakan individu ke dalam empat tipe, yaitu sebagai berikut
1) Zwecrational berkaitan dengan means and ends, di mana tujuan-tujuan (ends) di capai dengan menggunakan alat atau cara (means), penghitungan yang tepat, dan bersifat matematis,
2) Wertrational, adalah tindakan nilai di mana orientasi tindakan itu tidak berdasarkan
pada alat atau caranya, tetapi pada nilai atau moralitas.
3) Tindakan afektif individu didominasi oleh sisi emosional
4) Tindakan tradisional adalah tindakan pada suatu kebiasaan yang dijunjung tinggi sebagai sistem nilai yang diwariskan dan dipelihara bersama.
Menurut Weber, stratifikasi tidak hanya dibentuk oleh ekonomi, melainkan juga prestige (status) dan power (kekuasaan politik). Konflik muncul dalam wilayah Politik seperti partai politik. Di dalam kelompok inilah, perebutan wewenang terjadi Weber banyak memengaruhi Ralf Dahrendorf. Menurut Dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah, yaitu konflik dan konsensus. Oleh karena itu, menurutnya teori sosiologi dibagi menjadi teori konflik dan teori konsensus
e. Lewis A. Coser (1913-2003)
Titik berat Lewis Coser yaitu pada konsekuensi-konsekuensi terjadinya konflik pada sebuah sistem sosial secara keseluruhan. Menurut pandangannya, konflik dan konsensus serta integrasi dan perpecahan adalah proses fundamental yang walau dalam porsi dan campuran yang berbeda merupakan bagian dari setiap sistem sosial yang dapat dimengerti. Oleh sebab itu, konflik merupakan bagian kehidupan sosial yang tidak dapat ditawar Teorinya memandang konflik dapat memberikan keuntungan pada masyarakat luas tempat konflik tersebut terjadi. Konflik justru dapat membuka peluang integrasi antarkelompok.
f. Ralf Dahrendorf (1929)
Ralf Dahrendorf menerangkan konflik kelas dalam masyarakat industrial pada tahun 1959. Dahrendorf bersandar pada kontrol atas alat produksi. Teori sosial Dahrendorf berfokus pada kelompok kepentingan konflik yang berkenaan dengan kepemimpinan, ideologi, dan komunikasi di samping tentu saja berusaha melakukan berbagai usaha untuk menstrukturkan konflik itu sendiri Pendekatan teoritis Dahrendorf adalah teori pemaksaan yang berasumsi bahwa di mana pun bisa terjadi perubahan sosial, konflik sosial pemaksaan, dan kontribusi tiap tiap elemen itu terhadap perubahan dan disintegrasi masyarakat. Asumsi itu merupakan dasar paradigma konflik masyarakat. Untuk memperkuat pendapatnya, beliau membuat empat asumsi berkaitan dengan konflik sosial, yaitu sebagai berikut.
1) Setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan dan perubahan sosial terdapat di mana-mana.
2) Setiap masyarakat memperlihatkan konflik dan pertentangan, konflik terdapat dimana-mana.
3) Setiap unsur dalam masyarakat memberikan kontribusi terhadap disintegrasi dan perubahan.
4) Setiap masyarakat dicirikan oleh adanya penguasaan sejumlah kecil orang terhadap sejumlah besar lainnya.
g. Randall Collins (1941)
Randall Collins membagi apa yang mikro dan apa yang makro. Mikrososial berarti hubungan interaksi antarindividu dalam masyarakat, sementara makrososial berarti hasil dari interaksi antarindividu dalam masyarakat tersebut. Menurutnya, konflik merupakan proses sentral dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, konflik tidak dianggap baik maupun buruk. Setiap orang memiliki sifat sosial, maka kemungkinan berkonflik akan selalu ada. Hal itu dikarenakan, setiap orang memiliki kepentingan-kepentingan sendiri.
Pada perkembangan selanjutnya, bermunculan beragam teori lain yang mencoba menjelaskan mengenai konflik dari berbagai sudut pandang. Teori tersebut antara lain sebagai berikut.
Baca juga:
- Definisi Konflik Sosial Menurut Para Ahli Sosiologi
- Materi Sosiologi Karakteristik Konflik Sosial - New !!
- Materi Sosiologi Penyebab Konflik - New !!
- Sifat-sifat Konflik, Gejala Konflik, dan Proses Terjadinya Konflik Materi Sosiologi - New !!
Teori kebutuhan manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam (deep-rooted) disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Banyaknya warga miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok memang rawan menimbulkan konflik sosial. Masyarakat yang sedang frustrasi terimpit berbagai kesulitan ekonomi sangat mudah tersulut emosinya sehingga tindak konflik bersifat horizontal sering tidak terelakkan. Dalam hal ini, setiap perilaku kelompok termasuk perilaku kekerasan dimungkinkan berasal dari perilaku emosional individual. Agresivitas seseorang lantas dapat menyebabkan timbulnya kekerasan oleh individu secara mandiri maupun bersama orang lain. Penyelesaian konflik dapat dilakukan dengan membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhannya.
b. Teori Identitas
Menurut teori identitas, konflik disebabkan karena ancaman terhadap identitas kelompok yang sering berakar pada hilangnya sesuatu (misalnya tanah ulayat, hak-hak adat, dan tergerusnya nilai-nilai budaya) atau penderitaan di masa lalu. Tindakan pemerintah atau pengusaha yang mengambil alih tanah ulayat milik masyarakat adat secara paksa, telah berulang kali mengakibatkan terjadinya konflik di berbagai wilayah. Penyelesaian konflik dapat dilakukan dengan merumuskan kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.
c. Teori Hubungan Masyarakat
Teori hubungan masyarakat berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan, dan permusuhan antara kelompok berbeda dalam masyarakat. Perbedaan tersebut umumnya menyangkut suku, agama, ras antargolongan, maupun ideologi politik. Maka penyelesaian konfliknya adalah meningkatkan komunikasi serta toleransi
d. Teori Permainan
Menurut teori permainan, konflik sama halnya dengan permainan, di mana dua pihak atau lebih menggunakan taktik atau strategi tertentu guna mengalahkan pihak lawan. Menurut Joseph P. Folger dan Marshal s. Poole, teori permainan memiliki sejumlah asumsi sebagai berikut.
1) Struktur konflik dibentuk oleh berbagai pilihan yang tersedia dalam jumlah terbatas.
2) Para pihak mengetahui imbalan (reward) yang akan diperoleh dari pilihan tertentu.
3) Para pihak mengetahui pilihan yang dibuat oleh pihak lainnya.
4) Para pihak menentukan taktik dan strategi dalam konflik untuk memperoleh imbalan, dengan mempertimbangkan keadaan serta kekuatan pihak lawan.
e. Teori Kesalahan Pemahaman Antarbudaya
Teori kesalahan pemahaman melihat konflik sebagai suatu proses yang disebabkan adanya ketidakcocokan dalam cara-cara berkomunikasi di antara berbagai ragam budaya dalam masyarakat. Ketidakcocokan tersebut dapat menimbulkan kesalahan pemahaman, prasangka, bahkan perbenturan yang mengarah pada konflik. Untuk menanggulanginya, perlu diupayakan untuk memperluas wawasan, mengurangi stereotip negatif, dan meningkatkan efektivitas komunikasi antarbudaya.
f. Teori Psikodinamika
Menurut teori psikodinamika, konflik muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara ide (dorongan
dalam diri individu dan nilai-nilai atau keadaan di masyarakatnya. Contohnya, individu memiliki dorongan untuk mewujudkan kesejahteraan, tetapi keadaan dalam masyarakat justru menghambat pencapaian dorongan tersebut. Ini dapat mengakibatkan timbulnya konflik
g. Teori Negosiasi Prinsip
Teori negosiasi prinsip menjelaskan bahwa konflik adakalanya disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Untuk menyelesaikan konflik diperlukan dialog serta perundingan untuk kepentingan bersama, sehingga tercapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak.
h. Teori Proses Konflik
Teori ini menjelaskan adanya sejumlah tahapan dalam proses perkembangan konflik. yaitu sebagai berikut.
1) Sistem sosial (masyarakat) terdiri dari unsur atau kelompok-kelompok yang saling berhubungan satu sama lain.
2) Di dalam kelompok-kelompok itu terdapat ketidakseimbangan pembagian kekuasaan atau sumber penghasilan.
3) Kelompok yang tidak berkuasa atau tidak mendapat bagian dari sumber penghasilan mulai mempertanyakan keadaan
4) Pertanyaan-pertanyaan mengenai keadaan akhirnya membawa pada kesadaran bahwa mereka harus memperjuangkan perubahan alokasi kekuasaan dan sumber penghasilan
5) Kesadaran tersebut membuat mereka mudah terpancing untuk meluapkan kemarahan
6) Kemarahan sering diluapkan dengan cara-cara yang tidak terorganisasi
7) Luapan kemarahan menyebabkan meningkatnya ketegangan.
8) Meningkatnya ketegangan mendorong kelompok-kelompok ini mengorganisasikan diri guna menantang kelompok yang berkuasa.
9) Akhirnya, konflik terbuka pun pecah antara kelompok yang berkuasa dan kelompok yang tidak berkuasa.
i. Teori Transformasi Konflik
Teori transformasi konflik menganggap bahwa konflik disebabkan oleh ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya, dan ekonomi. Tanpa bermaksud mengesampingkan faktor lainnya, isu ketidakadilan ekonomi seperti adanya pembatasan peluang untuk melakukan aktivitas ekonomi dan aturan-aturan yang diskriminatif, besar kemungkinannya dapat menyebabkan konflik sosial. Penyelesaian konflik dapat diupayakan melalui pembenahan sistem agar memberi kesempatan yang sama kepada seluruh warga masyarakat serta memberdayakan kelompok-kelompok rentan seperti warga miskin dan kaum minoritas.
j. Teori Sistem
Menurut Ludwig von Bertalanffy, konflik dalam sistem atau masyarakat disebabkan oleh hal berikut.
1) Perbedaan pendapat mengenai tujuan sistem atau masyarakat.
2) Benturan fungsi dan tugas antarsubsistem atau bagian-bagian dalam masyarakat.
3) Perebutan sumber daya antarsubsistem atau bagian-bagian dalam masyarakat.
4) Persaingan antarsubsistemataubagian-bagian untuk memperebutkankepemimpinan
5) Perbedaaan latar belakang budaya.
Terima kasih telah membaca Teori Konflik Menurut Para Ahli Materi Sosiologi
// kode iklan
jangan lupa iklannya diklik ya, to "Teori Konflik Menurut Para Ahli Materi Sosiologi"
Post a Comment