// kode iklan
*/
Terdapat beberapa strategi mengatasi konflik, yaitu dengan Gara yang produktif dan cara yang tidak produktif
a. Beberapa strategi yang produktif antara lain sebagai berikut
1) Withdrawal yaitu dengan menunggu sambil berusaha memahami situasi, setelah kira-kira mampu dan yakin dapat berhasil, baru melangkah untuk mengatasinya.
2) Assertif yaitu berusaha mengatasi secara tegas dan dengan cara yang baik, serta berusaha membina hubungan yang baik dengan pihak lain ditandai dengan adanya kemauan baik untuk saling mengerti serta memahami alasan, pertimbangan, dan kepentingan pihak lain tersebut.
3) Adjusting yaitu berusaha menyesuaikan diri dengan pihak lain
Individu menyetujui syarat-syarat yang diminta oleh pihak yang terlibat konflik dengannya sampai batas tertentu
b. Beberapa strategi yang tidak produktif antara lain sebagai berikut.
1) Avoidance (menolak adanya konflik), cara ini termasuk cara yang paling sering dilakukan, bentuknya dapat berupa lari secara fisik. Misalnya menghindarkan diri menjauhkan diri, serta tidak mengimbangi atau melayani orang yang sedang marah.
2) Force (menggunakan kekuatan), penyelesaian konflik dengan cara ini biasanya menggunakan kekuataan fisik, ancaman, teror, dan paksaan. Biasanya hanya selesai dalam seketika saja dan pihak-pihak yang dirugikan merasakan luka dan menyimpan dendam. Suatu ketika dendam itu akan muncul ke permukaan, tidak hanya berupa konflik saja tetapi bisa disertai dengan kekerasan sebagai balas dendam.
3) Mengabaikan adanya konflik, cara ini menganggap seolah-olah konflik yang ada tidak terlalu penting dan tidak perlu dipikirsecara serius, biarlah konflik hilang dengan sendirinya
4) Blame (menyalahkan orang lain), kadang-kadang sumber konflik tidak jelas dari mana datangnya dan apa penyebabnya. Hanya karena emosi, kemudian dengan gampang menyalahkan orang lain
5) Silencers (bersikap supaya orang lain diaml, cara yang biasanya digunakan yaitu menangis di hadapan lawan atau menggunakan kata-kata sarkasme yang menyinggung masalah pribadi, sehingga pihak lawan kemudian berdiam diri karena merasa malu dan tidak mau meladeni konflik yang terjadi. Di samping cara-cara tersebut, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik antara lain sebagai berikut.
a. Win-Win Solution
Cara ini dilakukan oleh setiap pihak dengan mengambil sikap ingin menang. Kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah, biasanya dilakukan dengan kekerasan yang berakhir dengan kehancuran, walaupun tetap ada pihak yang merasa menang. Misalnya, konflik antara Irak dan Amerika. Kedua negara ini tidak ada yang mau mengalah, akhirnya terjadi perangan. Dari kedua belah pihak jatuh korban yang tidak sedikit dan lebih parahnya lagi Irak hancur karena serangan Amerika yang memiliki persenjataan yang canggih.
b. Win-Lose Solution
Cara ini dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik dengan mengambil sikap salah satu pihak mengalah dengan pertimbangan untuk menjaga ketenteraman dan menjaga kelangsungan hidup hubungan yang baik. Di samping itu, juga untuk menjaga agar tidak terjadi kehancuran atau keretakan hubungan
c. Lose-Lose Solution
Cara ini dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik dengan mengambil sikap keduanya sama-sama pada posisi mengalah, tidak ada yang merasa menang dan tidak ada yang merasa kalah. Thomas (1976) menjelaskan tentang pendekatan pemecahan baru konflik. Metode tersebut paling umum digunakan, yang mengkaji konflik dari dua dimensi utama yaitu sebagai berikut
a. Tingkat asertif atau ketegasan setiap pihak dalam memperjuangkan pendapat pribadinya.
b. Tingkat kemauan untuk bekerja sama dari setiap pihak yang terlibat, dalam upayanya mencapai kondisi yang paling memuaskan.
Dari dua dimensi tersebut dapat dijabarkan lima metode pemecahan konflik yaitu metode kompetisi, kolaborasi, menghindari, akomodasi, dan kompromi.
a. Metode Kompetisi
Metode kompetisi adalah pemecahan masalah atau konflik sosial dengan cara menciptakan arena persaingan atau perlombaan. Adapun syarat dilakukannya metode kompetisi antara lain sebagai berikut.
1) Apabila kondisi sangat mendesak, darurat, dan gawat.
2) Dibutuhkan adanya sedikit tekanan terhadap pihak-pihak yang berkonflik.
3) Apabila konflik sangat berpengaruh pada kelanjutan organisasi dan yang mengetahuinya hanya pihak yang berkonflik.
b. Metode Kolaborasi
Metode kolaborasi adalah teknik pemecahan masalah untuk memberikan keuntungan yang sama terhadap kedua belah pihak yang berselisih. Kedua belah pihak harus beriktikad baik untuk menahan diri dan melakukan pengendalian sosial sendiri, serta bekerja sama untuk memperoleh pemecahan masalah
Syarat-syarat dilakukannya metode kolaborasi adalah sebagai berikut.
1) Apabila kedua belah pihak yang berkonflik memiliki pendapat yang sangat baik jika digabungkan, sehingga didapatkan solusi yang integratif
2) Apabila tujuan konflik yang kita hadapi adalah untuk belajar dari pihak lain
3) Apabila kita ingin mendapatkan nilai-nilai positif dari pihak-pihak yang memiliki perspektif yang sama dengan kita.
4) Apabila kita ingin memperoleh komitmen dari pihak lain dengan jalan melakukan konsensus
c. Metode Menghindari
Metode menghindari adalah pemecahan konflik sosial dengan cara salah satu pihak yang berselisih menarik diri untuk menghindari konflik yang terjadi. Syarat-syarat dilakukannya metode menghindari adalah sebagai berikut.
1) Apabila masalah dan konflik yang dihadapi sangat sepele atau sederhana, sementara masalah-masalah lain yang lebih penting masih cukup banyak.
2) Apabila masalah yang ada sangat menentukan dan vital bagi pihak lain yang mengalami masalah tersebut, sementara masalah yang sama tidak berarti apa-apa bagi kita dan kita mmembutuhkan kerja sama pihak lain
3) Akomodasi dilakukan untuk meminimalisasi kerugian kita apabila kita telah kalah dalam kompetisi dengan pihak lain
4) Apabila keselarasan dan stabilitas menjadi ukuran yang terpenting pada saat itu
5) Dilakukan untuk memberikan kesempatan pada pihak lain untuk belajardari kesalahan yang telah dilakukan.
Bentuk-bentuk akomodasi adalah sebagai berikut.
1) Gencatan senjata, merupakan suatu upaya pencegahan permusuhan antarpihak yang berkonflik dalam jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya, ketika melakukan perawatan bagi yang terluka atau mengadakan perundingan perdamaian.
2) Arbitrase (arbitration), merupakan upaya untuk mencapai kompromi dengan adanya pihak ketiga yang menghentikan perselisihan serta kedua belah pihak yang bertikai menerima dan menaati keputusan yang diambil. Pihak ketiga dapat dipilih oleh pihak pihak yang bertikai dan dapat juga ditunjuk oleh pemerintah atau pengadilan
3) Mediasi, merupakan upaya penghentian pertikaian oleh pihak ketiga dengan diberikan keputusan yang mengikat. Misalnya, PBB membantu menyelesaikan masalah Indonesia dengan Timor Timur pada jajak pendapat tahun 1999
4) Konsiliasi, merupakan upaya untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih bagi tercapainya suatu persetujuan bersama.
5) Stalemate, merupakan suatu keadaandi mana pihak yang berkonflik memiliki kekuatan yang seimbang, tetapi berhenti pada titik terteritu dalam melakukan pertentangannya karena kedua belah pihak tidak ada kemungkinan lagi, baik untuk maju maupun untuk mundur. Misalnya, perlombaan senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang Dingin.
6) Ajudikasi adjudication), merupakan suatu penyelesaian perkara atau sengketa pengadilan
7) Eliminasi (elimination), merupakan pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat konflik. Misalnya, salah satu pihak mengalah, mundur, atau keluar.
8) Dominasi (subjugation), maksudnya pihak yang memiliki kekuatan terbesar dapat memaksa pihak lain untuk menaatinya, sehingga pihak yang lemah terpaksa mengakhiri konflik karena tidak memiliki kekuatan untuk melawan.
9) Majority rule, merupakan suara terbanyak yang ditentukan melalui voting yang menentukan keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi. Upaya penyelesaian konflik diputuskan dengan suara terbanyak. Misalnya, oleh karena tidak ada kata sepakat maka rapat anggota DPR yang membahas rancangan undang-undang (RUU) dilakukan dengan suara terbanyak.
10) Minority consent, artinya kelompok minoritas yang kalah menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama. Misalnya, persaingan antara dua perusahaan, apabila salah satu pihak kalah maka harus bersedia bekerja sama dengan pihak yang menang. Integrasi, maksudnya pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan,
11) dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai keputusan yang memuaskan pihak- pihak yang terkait.
e. Metode Kompromi
Metode kompromi adalah pemecahan konflik dengan cara semua pihak yang terlibat konflik berusaha mencari jalan tengah dengan menguraikan tuntutan tertentu. Syarat dilakukannya kompromi adalah sebagai berikut.
1) Apabila tujuan penyelesaian konflik adalah segalanya dan kita tidak dapat memaksimalkan, baik ketegasan maupun kerja sama kita.
2) Apabila dilihat tidak ada manfaat yang dapat diperoleh jika konflik diselesaikan.
3) Apabila ingin memberikan kesempatan pada pihak lain untuk "tenang" dan "ding sehingga diperoleh perspektif yang jauh lebih baik.
4) Apabila pihak lain dianggap dapat mengatasi konflik tersebut jauh lebih baik daripada kita.
5) Apabila konflik berasal dari gejala permasalahan yang lain.
d. Metode Akomodasi
Metode akomodasi adalah suatu bentuk proses sosial yang di dalamnya dua atau lebih individu atau kelompok berusaha untuk saling menyesuaikan diri serta tidak saling mengganggu dengan cara mencegah, mengurangi, atau menghentikan ketegangan yang timbul atau yang sudah ada sehingga tercapai kestabilan (keseimbangan)
Syarat dilakukannya metode akomodasi adalah sebagai berikut
1) Apabila kita menyadari bahwa kitalah pihak yang bersalah dan perlu segera untuk memperbaiki diri
2) Apabila pihak lain memiliki kekuatan yang sama besar dengan kita, sementara itu peluang yang ada berimbang.
3) Diadakan untuk mencapai penyelesaian sementara.
4) Untuk mendapatkan solusi yang memuaskan pihak-pihak yang terkait dalam kondisi waktu yang sangat mendesak.
5) Apabila metode kolaborasi dan kompetisi tidak berhasil. Penggunaan kelima metode tersebut sangat bergantung pada situasi yang dihadapi.
Perhatikan kolom berikut!
Di Indonesia, penyelesaian konflik telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, yang meliputi tiga aspek berikut
Baca juga:
- Fungsi Konflik Sosial dan Dampak Koflik Sosial Materi Sosiologi
- Gejala Modernisasi Masyarakat Indonesia Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Materi Sosiologi
- HUBUNGAN ANTARPRANATA SOSIAL dan PRANATA TOTAL DAN PRANATA DOMINAN MATERI SOSIOLOGI
- JENIS-JENIS PENELITIAN MATERI SOSIOLOGI
Pencegahan dilakukan dengan upaya sebagai berikut.
1) Memelihara kondisi damai dalam masyarakat.
2) Mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai.
3 Meredam potensi konflik
4) Membangun sistem peringatan dini.
b. Penghentian Konflik (Pasal 12)
Penghentian konflik dilakukan melalui sebagai berikut.
1) Penghentian kekerasan fisik.
2) Penetapan status keadaan konflik.
3) Tindakan darurat penyelamatan dan perlindungan korban
4) Bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI.
c. Pemulihan Pascakonflik (Pasal 36-38)
Upaya pemulihan pascakonflik meliputi sebagai berikut.
1) Rekonsiliasi, terdiri dari perundingan secara damai, pemberian restitusi (penggantian kerugian), dan pemaafan.
2) Rehabilitasi, yaitu pemulihan psikologis korban: pemulihan kondisi sosial, ekonomi budaya, keamanan, dan ketertiban; perbaikan dan pengembangan lingkungan dan/ atau daerah perdamaian; penguatan relasi sosial yang adil untuk kesejahteraan masyarakat dan sebagainya
3) Rekonstruksi, yaitu pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di lingkungan dan/atau daerah pascakonflik; pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian: perbaikan sarana dan prasarana umum daerah konflik, dan sebagainya.
Apabila konflik terjadi karena interaksi bertingkat berbagai faktor, telah sedemikian tinggi intensitasnya, melibatkan kekerasan dan pertikaian bersenjata, mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, serta kerusakan harta benda dalam jumlah besar maka diperlukan resolusi konflik. Resolusi konflik adalah upaya penanggulangan atau penyelesaian konflik dengan cara mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang berkonflik. Mia Rambotham, dan Woodhouse memaparkan resolusi konflik dalam empat langkah berbeda yang disesuaikan dengan tahap feriadinya konflik, yaitu sebagai berikut.
a. Mencipta Perdamaian (Peacemaking)
Pada tahap ini, pihak-pihak yang terlibat konflik didekati, didorong, dan diyakinkan untuk mencapai kesepakatan penyelesaian konflik secara sukarela
b. Menjaga Perdamaian (Peacekeeping)
Pada tahap ini dilakukan penempatan polisi atau anggota angkatan bersenjata untuk memisahkan masing-masing kelompok yang terlibat konflik, sekaligus melakukan peran sipil yang memantau serta mendukung intervensi kemanusiaan berupa penyaluran bantuan atau perawatan korban konflik.
c. Menegakkan Perdamaian (Peace-enforcement
Merupakan pemaksaan penyelesaian konflik oleh pihak ketiga yang memiliki kekuatan,
d. Membangun Perdamaian Jangka Panjang (Peace-building)
Merupakan upaya menyelesaikan akar penyebab konflik dan meletakkan dasar kepercayaan bagi hubungan jangka panjang antara para pihak yang berkonflik.
Sementara itu, Andi Widjajanto menguraikan tahap-tahap resolusi konflik sebagai
a. Tahap I: Mencari Deeskalasi Konflik
Di tahap pertama, konflik masih diwarnai oleh pertikaian bersenjata yang memakan korban jiwa sehingga terlebih dahulu harus diupayakan menemukan waktu yang tepat untuk memulai (entry pointy proses resolusi konflik. Tahap pertama biasanya juga didominasi oleh penerapan strategi militer demi mengendalikan kekerasan bersenjata yang terjadi.
b. Tahap II: Intervensi Kemanusiaan dan Negosiasi Politik
Pada tahap ini, dimulai deeskalasi konflik dengan menghentikan berlanjutnya kekerasan serta menurunkan tingkat kebencian timbal balik melalui dialog dan komunikasi intensif Selanjutnya, negosiasi politik bisa pula dilakukan bersamaan dengan penerapan intervensi kemanusiaan untuk meringankan beban penderitaan korban-korban konflik.
c. Tahap III: Problem Solving Approach
Tahap ini terdiri dari sejumlah komponen berikut.
1) Masing-masing pihak mengakui legitimasi pihak lain untuk melakukan inisiatif komunikasi tingkat awal.
2) Masing-masing pihak memberikan informasi yang benar kepada pihak lain tentang kompleksitas konflik, meliputi penyebab konflik, trauma akibat konflik, dan kendala struktural yang menghambat proses resolusi konflik.
3) Para pihak berkonflik secara bertahap menemukan pola interaksi yang diinginkan untuk mengomunikasikan perdamaian.
4) Menciptakan suasana kondusif bagi para pihak berkonflik untuk melakukan proses resolusi konflik.
d. Tahap IV: Working for Peace
Semboyan utama yang ingin ditegakkan adalah Quo Desiderat Pacem, Praeparet Pacem. Semboyan ini mengharuskan aktor-aktor yang relevan untuk terus-menerus melakukan intervensi terhadap konflik sosial dengan dua tujuan utama berikut
1) Peace keeping, yaitu upaya menjaga perdamaian yang dilakukan melalui jalinan komunikasi terus-menerus antara pihak-pihak yang terlibat dan penempatan pasukan penjaga perdamaian untuk memantau situasi hingga benar-benar kondusif.
2) Peace building, merupakan pembangunan perdamaian berwujud upaya peningkatan kesejahteraan, pembangunan kembali infrastruktur yang hancur atau rusak akibat konflik, dan rekonsiliasi (menjalin kembali hubungan) antara seluruh pihak berkonflik.
Ada hal yang perlu Anda ingat bahwa konflik perlu dimaknai sebagai suatu hal yang tidak terelakkan. Keterbukaan dan keseriusan dalam mengurai akar permasalahan konflik serta komunikasi yang baik dan terbuka antara para pihak berkonflik semestinya dapat di kedepankan apa pun bentuk akomodasi maupun resolusi konflik yang dilakukan
Berikut beberapa pendapat para ilmuwan sosial tentang penyelesaian konflik.
a. Nasikun
Konflik tentu bertentangan dengan integrasi. Meskipun demikian keduanya sama-sama berjalan atau terjadi sebagai sebuah siklus di masyarakat. Jika sebuah konflik dapat terkontrol dengan baik, justru akan menghasilkan integrasi. Begitu pun juga dengan integrasi, jika tidak terbentuk secara sempurna dapat menciptakan konflik. Menurut Nasikun agar konflik dapat terkontrol dengan baik, ada tiga cara pengendalian konflik yang dapat dilakukan yaitu konsiliasi (conciliation), mediasi (mediation), dan perwasitan (arbitration)
1) Pengendalian Konflik dengan Cara Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk men- capai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu. Konsiliasi dapat terwujud melalui lembaga-lembaga yang dapat menumbuhkan pola diskusi dan pengambilan keputusan di antara pihak-pihak yang berkonflik. Ada empat persyaratan agar sebuah
lembaga dapat berfungsi secara efektif, yaitu sebagai berikut.
a) Harus mampu mengambil keputusan secara otono tanpa campur tangan dari badan-badan lain.
b) Lembaga harus bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga itulah yang berfungsi demikian.
c) Lembaga harus mampu mengikat kepentingan bagi pihak-pihak yang berkonflik.
d) Lembaga tersebut harus bersifat demokratis.
2 Pengendalian Konflik dengan Cara Mediasi
Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami.
3 Pengendalian Konflik dengan Cara Perwasitan/Arbitrase
Perwasitan adalah upaya penyelesaian konflik dengan cara menunjuk pihak ketiga untuk memberikan keputusan-keputusan dalam rangka menyelesaikan masalah yang ada. Perbedaan dengan mediasi adalah perwasitan mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk menerima apa pun keputusan yang diambil oleh pihak wasit.
b. Johnson dan Johnson
atau strategi dasar pengelolaan Menurut Johnson dan Johnson terdapat beberapa gaya
yaitu sebagai berikut.
1) Withdrawing (Menarik Diri) mudah menarik diri Individu yang menggunakan strategi ini percaya bahwa lebih (secara fisik dan psikologis) daripada menghadapinya.
2) Forcing (Memaksa) konflik yang ditawarkannya. Individu berusaha memaksa lawannya menerima solusi mencapai kemenangan Tujuan pribadinya dianggap sangat penting. Mereka dapat dengan jalan menyerang, menghancurkan, dan mengintimidasi orang lain.
3) smoothing (Melunak) mempertahankan Individu yang menggunakan strategi ini berpendapat bahwa hubungan dengan orang lain jauh lebih penting dibandingkan dengan pencapaian tujuan pribadi. Mereka merasa konflik harus dihindari demi keharmonisan d orang tidak akan dapat membicarakan konflik tanpa mengakibatkan rusaknya hubungan
4) compromising (Kompromi)
Strategi ini terjadi apabila pihak berkonflik sama-sama mengorbankan sebagian tujuan-tujuannya. Hal itu agar mereka dapat mencari solusi bagi kedua belah pihak.
5) Confronting (Konfrontasi)
Individu dengan tipe ini menaruh perhatian sangat tinggi terhadap tujuan pribadi maupun kelangsungan hubungan dengan orang lain. Mereka memandang konflik sebagai masalah yang harus dipecahkan dan solusi terhadap konflik haruslah mencapai tujuan pribadinya sendiri maupun tujuan orang lain.
c. Ury, Brett, dan Goldberg
Ury, Brett, dan Goldberg mengajukan tiga model pengelolaan konflik berpijak dari perbedaan budaya, nilai, dan adat kebiasaan. Berikut adalah model-modelnya
1) Deffering to Status Power
Pengelolaan konflik ini menggunakan individu dengan status yang lebih tinggi agar menggunakan kekuasaannya untuk membuat dan memaksakan solusi konflik yang ditawarkan.
2) Applying Regulations
Model ini ditekankan oleh asumsi bahwa interaksi sosial diatur oleh hukum universal. Peraturan secara merata pada seluruh Peraturan dibakukan menggambarkan hukuman dan penghargaan yang diberikan berdasarkan perilaku yang dilakukan, bukan berdasarkan orang yang terlibat.
3) Integrating Interest
Model ini menekankan pihak yang terlibat, untuk membuat hasilnya lebih bermanfaat bagi mereka daripada tidak mendapatkan kesepakatan satu pun. Di sini, masing-masing pihak berbagi minat dan prioritas untuk menemukan penyelesaian yang dapat mempertemukan minat mereka penyelesaian konflik bila dipandang dari sudut pada masing-masing maka ada empat bentuk pengelolaan konflik, yaitu sebagai
a) kalah kalah (menghindari konflik). Bentuk pertama ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul
b) Bentuk menang-kalah (persaingan). Bentuk kedua ini memastikan bahwa satu pihak memenangkan konflik dan pihak lain kalah.
c) Bentuk kalah menang (mengakomodasi). Bentukinijuga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang diinginkan. Setiap individu yang berkonflik harus mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Bentuk ini digunakan untu menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar
d) Bentuk menang menang (kolaborasi). Bentuk ini bertujuan mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Masing-masing pihak harus memahami keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu.
d. Cribbin
Cribbin membagi pola penyelesaian konflik menjadi tiga, yaitu cara yang paling tidak efektif, yang efektif, dan yang paling efektif
1) Strategi yang Dipandang Paling Tidak Efektif
a) Paksaan.
Strategi ini tidak disukai banyak orang. Cara ini dapat menyelesaikan konflik, tetapi dapat menimbulkan reaksi negatif
b) Penundaan. Strategi penundaan dapat berakibat penyelesaian konflik sampai berlarut-larut
c) Bujukan. Strategi ini dapat berakibat psikologis, orang akan kebal dengan bujukan sehingga perselisihan akan semakin tajam
d) Koalisi, adalah bentuk persekutuan untuk mengendalikan konflik. Strategi
ini bisa memaksa orang untuk memihak dan justru menambah kadar konflik menjadi sebuah "perang"
e) Tawar-menawar distribusi. Strategi ini sebenarmya tidak menyelesaikan masalah karena masing-masing pihak saling melepaskan beberapa hal penting yang menjadi haknya. Jika konflik kembali terjadi, mereka merasa menjadi korban
2) Strategi yang Dipandang Efektif
a) Koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen
b) Mediasi (perantaraan), dilakukan dengan menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil serta tidak memihak
3) Strategi yang Dipandang Paling Efektif
a) Tujuan sekutu besar, yaitu dengan melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang lebih besar dan kompleks. Misalnya dengan cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih mantap.
b) Tawar-menawar integratif, yaitu dengan menggiring pihak-pihak yang berkonflik untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang lebih luas, dan tidak hanya berkisar pada kepentingan sempit. Misalnya kepentingan individu, kelompok, golongan, atau suku bangsa tertentu.
e. Hodge dan Anthony
Menurut Hodge dan Anthony, metode resolusi (penyelesaian) konflik dapat dengan metode penggunaan paksaan. Orang sering menggunakan kekuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredam atau dipadamkan. Cara lainnya dengan metode penghalusan (smoothing. Pihak-pihak yang berkonflik hendaknya saling memahami konflik dengan bahasa kasih sayang untuk memecahkan dan memulihkan hubungan yang mengarah pada perdamaian. Selanjutnya, dengan cara demokratis. Artinya, memberikan peluang kepada masing-masing pihak untuk mengemukakan pendapat dan memberikan keyakinan akan kebenaran pendapatnya sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak.
f. Hendricks
Hendricks mengemukakan lima gaya pengelolaan konflik yang diorientasikan dalam organisasi maupun perusahaan. Lima gaya yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1) Integrating (Menyatukan, Menggabungkan)
Individu yang memilih gaya ini melakukan tukar-menukar informasi. Di sini ada keinginan untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yang dapat diterima semua kelompok.
2) Obliging (Saling Membantu)
Cara ini menempatkan nilai yang tinggi untuk orang lain atau kekuasaan yang tinggi untuk orang lain atau kekuasaan diberikan pada orang lain. Hal ini dapat membuat seseorang merasa puas karena keinginannya terpenuhi oleh pihak lain.
3) Dominating (Menguasai
Tekanan gaya ini adalah pada diri sendiri. Kewajiban bisa saja diabaikan demi kepentingan pribadi. Gaya ini meremehkan kepentingan orang lain. Biasanya berorientasi pada kekuasaan dan penyelesaiannya cenderung dengan menggunakan kekuasaan.
4) Avoiding (Menghindar)
Individu yang menggunakan gaya ini tidak menempatkan suatu nilai pada diri sendiri atau orang lain. Ini adalah gaya menghindar dari persoalan, termasuk di dalamnya menghindar dari tanggung jawab atau mengelak dari suatu isu.
5) Compromising (Kompromi)
Perhatian pada diri sendiri maupun orang lain berada dalam tingkat sedang.
Terimakasih Telah membaca Upaya Penyelesaian Konflik Materi Sosiologi
// kode iklan
jangan lupa iklannya diklik ya, to "Upaya Penyelesaian Konflik Materi Sosiologi"
Post a Comment