// kode iklan
*/
Kontaminasi oleh
Mikroorganisme Patogen Meskipun Rhiropus oligospurs telah dilaporkan
bahwa memiliki akti. anti-mikrobia terhadap batkeri Gram-positif,
termasuk Ciastridium dkk 1969, 1972), tetapi terbukti oleh
pasaran di negeri Belanda ternyata terkontaminasi bakteri juga,
beberapa diantaranya merupakan bakteri yang patogenik. survai balwa dari
110 contoh tempe yang diambil di pasaran di terkon san us aureus.
Sepuluh persen dari contoh-contoh tempe yang ch staphylococcus aureus
ini mempunyai kandungan di du g suatu tingkat kontaminasi yang dianggap
membahayakan akat. Sedangkan Bacillus cereus ditemukan pada 11% dan
Escherichia coli didapatkan pada 3% contoh tempe. yang dijumpai dalam 6
contoh tempe ternyata dari inis (serotype) yang tidak patogen, dan tidak
ditemukan salmonella Dalam laporannya, Tanka dkk yang tidak diasamkan
mempunyai risiko yang tin tumbuh dan berbiaknya berbagai bakteri
patogen.
peneliti tersebut mempelajari berbagai kemungkinan konta dalam
beberapa pengolahan Terbukti bahwa semua bakteri yang diujikan,
Costridium botulinum, Staphylocaccus aureus salimottelu mampu tumbuh dan
berbiak dengan baik pada kedelai yang tidak diasamkan terseb belum
bahwa dalam periode waktu 24 jam pertama, Closridiu botulinum belum
roduksi botulisme dan Staphylicaccus aureus juga lebih menghasilkan
racun fermentasinya berlangsung Tetapi bila ma lagi bahaya timbulnya
racun lebih besar. Dilaporkan juga bahwa teri patogen yang
diinokulasikan pada tempe yang sudah dikukus dan ikemas dalam pengemas
hampa udara pun dapat tumbuh dan berbiak kemampuan untuk menghasilkan
racun. Ini membuktikan bahwa kontaminasi yang terjadi setelah
pengolahan, yaitu selama penyimpanan adalah juga potensial menimbulkan
bahaya keracunan. Beruntung pula bahwa tempe tidak pernah dikonsumsi
mentah, langsung setelah selesai fermentasi. Biasanya diiris atau
dipotong-potong dimasak dengan bahan-bahan lainnya sehingga mendapat
perlakuan pemanasan yang tinggi sebelum dikonsumsi.
Hampir dipastikan
bahwa bakteri patogen akan mati selama preparasi tersebut, sebelum tempe
dikonsumsi. Namun begitu, kontaminasi silang, yaitu kontaminasi dari
suatu bahan terhadap tempe yang telah siap dimakan, dapat saja terjadi.
Atau, jika selama preparasi sebelum dikonsumsi tidak mendapatkan
pemanasan yang cukup tinggi, sehingga bakteri kontaminan masih bertahan
hidup. Ini dapat terjadi misalnya pada tempe yang direbus cara
tergesa-gesa. Di samping itu, penyimpanan yang terlalu lama sebelum
pengolahan juga memungkinkan timbulnya babaya penyakit. Kontaminasi oleh
Staphylicoccus aureus masih akan mampu tumbuh dan berbiak capai jumlah
yang tinggi dengan kemampuan membentuk enterotoksin sebelum dimasak
mengalami penyimpanan dalam waktu yang lama uda suhu yang tidak cukup
rendah. sebaliknya telah banyak dibuktikan bahwa bakteri yang dapat
yakan keschatan tidak akan dapat tumbuh selama fermentasi biji kedelai
mengalami pengasaman yang memadaipai pH sekitar 4,50) Nout dkk. 1985,
1987a, b, c, Tanaka dkk ut 1987). Tempe akan terjamin aman dari bahaya o
kebersihan tempat dan proses produksinya baik, dan tempe (suhu 5
disimpan di almari es au lebih rendah) untuk konsumsi anaka dkk 1985).
dapat mengkontaminasi berbagai hasil pertanian.
Meskipun kedelai juga
terkontaminasi oleh Aspergillus fiavus, tetapi dilaporkan bahwa biji
allatok dolai bukan merupakan substrat yang baik untuk produksi
inhibitor Hesseltine dkk 1966). Semula dilaporkan bahwa Irypsi dan
Venki. berperan melawan pertumbuhan Aspergilus (Gupta tasubramanian
1975, Sherertz dkk 1976, Hensarling dkk 1983), sedangkan tersedianya
seng yang siap dipakai (readly available') dianggap sebagai ig mendorong
sintesa aflatoksin (Marsh 1975). Laporan Stossel menunjukkan bahwa
trypsin inhibitor ternyata tidak berpengaruh las penghambatan
pertumbuhan Aspen illus fiavus, sedangkan tersedianya seng, bersama
dengan tersedianya fitat berpengaruh atas sintesa aflatoksin oleh
Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus.
Meskipun Aspergillus
oryzae yang sering digunakan sebagai jamur tempe merupakan keluarga
Aspengilus fairus tetapi jamur tersebut tidak menghasilkan aflatoksin.
Meskipun pernah dilaporkan bahwa ada substan- a seperti aflatoksin pada
makanan dari kedelai yang diolah secara fer mengatasi tradisional yang
menggunakan inokulum Aspergillus oryzae dan pergillus sojae, tetapi
ditegaskan bahwa substansia tersebut bukanlah aflatoksin (Kim dan Roh
1985). Sementara itu Ko (1974) melaporkan bahwa kemampuan memproduksi
aflatoksin B1 oleh Aspergillus flavus tertekan bersama dengan Rhizopus
oligosporus. aslah bahwa kemungkinan timbulnya keracunan oleh
aflatoksinda tempe hampir tidak mungkin, meski tempe terscbut
terkontaminasi h aspergillus flavus sekali pun. keracunan toksoflavin
pada tempe hanya mungkin terjadi pada ng dibuat dari kacang atau ampas
kacang. Tempe yang dar adalah tempe bungkil Sebegitu jauh, keracunan
oleh belum pernah dilaporkan.
Kemungkinan jika pada bahan ning sisa
pembuatan minyak kacang tradisional, memang minasi oleh Aspergilias ius,
pertumbuhannya dan kemam roduksi aflatoksin akan tertekan oleh tumbuh
pesatnya insporias, seperti telah dilaporkan oleh Ko (1974). Produk
tompe yang juga menggunakan bahan ampas kacang oncom merah bila
difermentasi oleh Monilia sirophila menghasilkan spora borwarna mic dan
disebut oncom hitam bisa menghasilkan spora berwarna hitam oleh Rhizopus
karana racunan oleh oncom juga belum pernah dilaporkan.
pasangan racun
yang hampir selalu muncul bersamaan Keracunan tok a dan asam bongkrek,
sebegitu jauh hanya dikaitkan dengan konsum tempe bongkrok (Rombouts dan
Nout 1987), Dan kasus keracunan teni boogkrek hampir selalu dipastikan,
terjadi di daerah Banyumas dan se tarnya keracunan oleh tempe bongkrek
memiliki sejarah yang panjang yang catatan tortulisnya sudah dimulai
sejak abad ke-19. Rekapitul kasus keracunan bongkrek yang telah
mengakibatkan jatuhnya 882 kurban dengan 1235 orang meninggal selama
seabad disajikan dala Uabel 9 Dari tersebut terlihat bahwa 14% dari
kurban, men Periode yang label kurban ialah antara 1951-197 paling
banyak menelan (82 dari seluru selama seperempat abad, telah jatuh 7.216
kurban periode pencatatan yang hampir seabad). Dan pada periode itu
sekitar kurban meninggal dan asam bongkrek terbentuk pada tem pe
bongkrek apabila terjadi kontaminasi dan pertumbuhan yang subur
bakteri Pseudo Damme 1960) yang sering juga disebut sebagai bakteri
Dalam pertumbuhannya, bakteri ini lemak dari ampas kelapa dan asam-asam
bebas.
Melalui rangkaian proses yang panjang, gliserol tersebut oleh
Pseudomonas cacovenenans akan diubah/disintesa menjadi asam ini berwarna
kuning, memiliki sifat kimia dan fisika bongkrek. Toksollavin yang
mirip dengan riboflavin (Van veen 1967) atau mirip dengan pigmen kuning
yang diproduksi bakteri (an Damme 1960). Tabel 9 Jumlah kasus keracunan
bongkrek bongkrok merupakan asam lemak yang
sangat tidak (Van Damme 1960) Baik asam bongkrek maupun tokengavin
memiliki sifat antibiotika (van Veen 1967) ngirek dibuat dari ampas
kelapa, baik dari sisa pembuatan sutan mau on dari hasil sisa pembuatan
minyak kelapa cara tradisional si teni basih Tempe bongkrek dibuat lebih
merupakan usaha pemanfaa- bahan sisa, yang kemudian menjadi tradisi
masyarakat dan akhirnya menjadi makanan kegemaran masyarakat daerah
Banyumas.
Cara pembu irannya, ampas kelapa direndam dalam air untuk
beberapa jam. Untuk bahan turun menjadi 45 sampai 5,0, ditambahkan asam
cukupnyi. Kemudian onggokan ampas yang telah direndam dan kan ini
diperas lalu dikeringkan di bawah sinar matahari selama Selanjutnya
bahan lalu dikukus untuk sterilisasi, kemudian itiriskan dan dinginkan
lalu diinokulasi dengan Rhizopus oligosporus, di emas dengan daun lalu
diinkubasikan seperti halnya dalam pembuatan mape kedelai steinkraus
1983), menurut Van Veen (1967), pengemasan kelapa ini amat penting, agar
dalam fermentasinya nanti kont (kalau pertumbuhan- hingga kemungkinan
timbulnya bahaya keracunan tempe liperkecil Sehubungan dengan usaha
pencegahan bahaya keracunan ini fill porkan oleh Ko, Kelholt dan
Kampelmacher (1 bahwa garam NaCL banyak 1,5 2 serta pemberian 10 hingga
ram bahan akan menjamin keamanan tempe bongkrek Dengan perlakuan
tersebut bakteri Pseudomonas coco.
kan mampu berkembang dan menghasilkan
racun maupun asam bongkrek. Dari laporan mereka dinyaperlakuan tersebut
mampu mencegah timbulnya dalam proses pembuatannya sengaja
diinokulasikan omenenans sampai 10 sel per gram ei alibat nengkonsumsi
tempe benguk Yogyakarta, pada tahun 1977 dilaporka keracu tempo yang
bukan akibat dari mengkon honikrok, melainkan akibat mengkonsunusi tempe
benguk team datang ke tempat kejadian dan mendapatkan keracunan memang
terjadi karena tempe benguk h dari rumah sakit yang merawat para kurban
ka menderita keracunan bongkrek, dengan hiperelik imia yang disusul
dengan hipoglikemia carian informasi iebih lanjut dari wawaocar dalam
pembu ian sekitar produsen didapat keterangan bahwa benguk tersebut
mereka menggunakan juga ampas kelapa Daer TAKK onprogo, seperti
diketahui adalah juga dacrah penghasil kelapa disebagian penduduknya
memproduksi juga minyak kelapa secara tradisional sistem basah. Produksi
mereka dalam skala kecil, hanya beberapa lit per minggu, menjadi usaha
sampingan mereka yang memiliki
pekerjaan pokok sebagai petani.
Di samping kelapa beberapa
di antaranya juga membuat tempe benguk untuk dijual Usaha (idak pokok,
produksinya pun tidak menentu. Usaha-usaha sampingan dalam kualitas
kecil inilah yang menjebak mereka untuk menghemat dan selalu memiliki
rasa sayang untuk membuang sisa pengolahan mercka. Dalam pembuatan tempe
benguk, para pengrajin sambilan tersebut menggunakan usar sebagai
sumber Akan tetapi usar yang mereka beli dengan harga Rp. 50,- per ikat
(berisi kira-kira 15 lembar usar) pada saat itu, masih terasa sayang
untuk digunakan langsung dalam buatan tempe benguk Ditambah dengan aras
sayang untuk ampas kelapa sisa pembuatan minyak, dikombinasikan lah cara
pemanfaatan ampas kelapa untuk memperbanyak inokulum usar menjadi laru
Caranya dengan membuat tempe dari ampas kelapa, tidak untuk dijual
dikonsumsi, tetapi untuk perbanyak inokulum.
Diceritakan oleh mereka
bahwa pembuatan laru dari ampas kelapa ini dikerjakan seperti inya
mereka membuat tempe bong uk, dengan sedikit perbedaan dalam ndamannya.
Dengan cara ini tiap lembar usar dapat menghasilkan ian atau mungkin
puluhan bungkus laru dari ampas kelapa. Tempe yang dibuat kemudian
dikeringkan di bawah sinar matahari dan digunakan sedikit demi sedikit.
Dapat diduga bahwa suatu pat terjadi usar yang memiliki merupakan sisa
pembelian yang sehingga kemampuan tumbuh jamur tempenya menjadi amal
adah sehingga ketika digunakan untuk membuat laru, dapat terja tak mampu
lagi tumbuh dengan baik amat besar banyak di gagal menjadi fodspe
ontaminasi Pseudomonas cocowenenans, atau si toksoflavin dan asam
bongkrek yang terbentuk tempe yang gagal belasan yang tidak lancar dan
rancu, beberapa h Beberapa asumsi perlu dik terjadinya kasus keracunan
bongkrek dapat seporti telah diuraikan di atas, pasti pernah terjadi
kegagalan ponen kemungkinan besar, laru yang tidak jadi ini tidak lah
terlalu diper batikan, sehingga ikut dikeringkan dan dicampur dengan
tempe larut lainnya yang baik dan karena bukan dengan maksud menghomogen
n laru, kiranya meski sudah disatukan tetap tidak merata, dan terdapat
kantong-kantong onggokan yang sebagaian besar berupa gagal merformentasi
menjadi tempe laru; atau laru yang kemungkinan besar terkontaminasi P
cocovenenans atau bahkan sudah tercemar asam bongkrek dan toksoflavin
yang Dalam pemakaiannya, suatu ketika terambillah onggokan laru
merupakan kantong dari laur yang gagal.
alam penggunaannya, tompe yang
dibuat dari laru tersebut ke- mungkinan tetap jadi tempe benguk yang
baik karena laru yang dipakai sebagian baik, hanya terkontaminasi oleh
laru yang gagal dapat pula tempe yang diproduksi sebenarnya juga tidak
jadi, ena laru yang dipakai sebagian besar terdiri dari laru yang gagal
racun bongkrek (asa bongkrek dan toksoflavin terbentuknya selama
fermentasi laru yang gagal, sehingga meski-pun tempe benguk yang
dikonsumsi nampak baik karena pro- porsi laru sebagian besar mongandung
jamur tempe yang masih kii) tempe tersebut sudah terkontaminasi racun
bongkrek amat kuut (sehingga dosis mematikannya randab) dan lagi pula
tahan hadap pemanasan, sehingga meski hanya terkontaminasi sedi- acan
ini tahan pemasakan dan masih potensiil untuk menim- k selama
penyimpanan laru, yaitu bila campuran laru uapan dalam kondisi yang
tidak memadai lembab dan panas) monas enans yang telah mengkontaminasi
campu- akan mampu tumbuh dan memproduksi racun; selanjut- g terbentuk
selama penyimpanan ini akan mengkon- mpe benguk yang dibuat, sejak
diinokulasi seperti a butir b., tempe mungkin nampak baik tetapi sebe
sudah mengandung racun bong seluma fermentasi tempe benguk; yaitu bila P
coen yang mengkontaminasi proses pembuatan tempe benguk up tinggi
sedangkan proporsi jamur tempe dalam hanya sedikit dalam ini tempe
benguk yang dibuat
baik
// kode iklan
jangan lupa iklannya diklik ya, to "PEMANFAATAN TEMPE SEBAGAI PAKAN"
Post a Comment